Perbankan & Illegal Logging

Optimalisasi Peran Perbankan
Dalam Pemberantasan Praktek Illegal Logging

Oleh: Murtijo

Illegal logging merupakan satu bentuk kejahatan lingkungan luar biasa yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan sebuah sistem kelola hutan Indonesia yang mengedepankan aspek keadilan, kelestarian, dan keberlanjutan. Data terakhir menyebutkan bahwa kerusakan hutan telah mencapai luasan sekitar 101,73 juta hektar dimana 59,62 juta hektar berada di dalam kawasan hutan dan 42,11 juta hektar berada di luar kawasan hutan dengan laju deforestasi mencapai 2,8 juta hektar per tahun dengan kerugian negara mencapai Rp. 30,4 juta trilyun. Bahkan, yang lebih memprihatinkan adalah malpraktek illegal logging telah menjelma menjadi ledakan sebuah sistem perusakan sumber daya hutan secara cepat, sistematis dan teroganisir. Berdasarkan perhitungan yang dilansir WWF – Bank Dunia, 78 % kayu yang beredar dari hutan Indonesia berasal dari hasil praktek illegal logging. Jelas, hal itu telah berdampak terhadap semakin menyusutnya hutan di wilayah Indonesia. Sumber daya hutan Indonesia mengalami laju degradasi dan deforestasi yang terus bertambah dengan analogi perhitungan, setiap satu menit hutan alam hilang seluas enam kali lapangan sepakbola . Sungguh fenomena yang memprihatinkan.

Salah satu dampak paling nyata adalah ancaman deindustrialisasi kehutanan sebagai akibat kelangkaan bahan baku, makin tingginya biaya produksi serta kian menurunnya daya saing di pasar internasional . Tercatat saat ini 40 % dari industri kehutanan mengalami stagnasi sementara 60 % pelaku usaha di sektor hulu terancam kolaps. Dengan terus menurunnya kinerja sektor kehutanan telah menimbulkan sinyalemen bahwa masa depan dunia usaha kehutanan tidak lagi prospektif. Sebagian pihak menyebut kondisi keterpurukkan sektor kehutanan tersebut dengan sebuah istilah yang populer, yaitu “sunset industry”. Hal itu antara lain tercermin dari masuknya sektor kehutanan sebagai salah satu sektor usaha yang tergolong ke dalam daftar negatif investasi (negative list) di kalangan dunia perbankan . Konkritnya, sektor kehutanan saat ini hampir tidak memperoleh jasa mediasi perbankan (baca: bantuan/kredit pinjaman modal) dalam kegiatan usahanya. Hal ini selain mengakibatkan buruknya kinerja keuangan perusahaan kehutanan juga berdampak terhadap lambatnya atau bahkan tiadanya proses restrukturisasi sektor kehutanan, baik restrukturisasi pengusahaan hutan maupun restruksturisasi industri kehutanan .

Persoalannya, konsep tidak selalu sama dengan realita. Meskipun di tingkat perbankan makro terdapat gejala masuknya daftar negatif investasi sektor kehutanan, namun di lapangan terdapat indikasi keterlibatan perbankan dalam praktek illegal logging maupun praktek pengusahaan hutan yang masuk dalam kategori ilegal. Perbankan secara langsung maupun melalui kerjasama dengan lembaga finance (PT. Leasing) telah memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat untuk memperoleh kucuran kredit guna membeli kendaraan truk dan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan illegal logging . Usaha kehutanan ilegal tersebut dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat di sekitar hutan yang berasal dari kaum pendatang (transmigran) maupun sebagian masyarakat lokal yang berkolaborasi dengan cukong (pemilik modal), oknum aparat dan elit politik lokal. Praktek illegal logging telah meluluhlantakkan sistem pengelolaan hutan lestari di Kota Waringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah.

Kecamatan Tumbang Sangai merupakan salah satu kecamatan yang menjadi sentral terjadinya praktek illegal logging di Kalimantan Tengah. Jumlah truk di Kecamatan Tumbang Sangai yang terlibat dalam kegiatan pengangkutan kayu ilegal diperkirakan mencapai 1500 unit . Truk tersebut sebagian besar berasal dari kredit perusahaan leasing di berbagai kota di Jawa maupun dari ibukota propinsi/ kabupaten melalui jasa mediasi permodalan dari perbankan. Perkiraan dalam satu hari diangkut kayu 4.000 kubik kayu logs/ gergajian , sehingga ditaksir kerugian negara dari kecamatan ini mencapai Rp. 120 milyar per bulan . Adapun tenaga kerja yang terlibat langsung dalam praktek illegal logging mencapai 15.000 orang yang sebagian besar dari transmigran baru . Kegiatan illegal logging ini sangat liquid (menguntungkan) sehingga didukung pihak perbankan maupun oknum aparat pemerintah baik sipil maupun militer. Termasuk pula elit politik lokal. Atas dasar itu praktek illegal logging di Kotawaringin Timur dipastikan dalam jangka panjang akan merusak kelestarian fungsi hutan, meningkatkan ketergantungan masyarakat kepada para cukong serta semakin memiskinkan masyarakat lokal.

Berdasarkan fenomena tersebut tepat kiranya dilakukan suatu pemahaman lebih mendalam tentang   (1) mekanisme pengajuan kredit kepemilikan kendaraan truk yang digunakan untuk kegiatan illegal logging, (2) keterlibatan peran perbankan dalam praktek illegal logging, dan (3) model pemberantasan praktek illegal logging melalui optimalisasi peran perbankan. Diharapkan melalui tiga pemahaman tersebut akan mampu diwujudkan sistem pengelolaan sumber daya hutan yang adil, lestari dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

Leave a comment