Keadilan Sosial & Pemberdayaan Masyarakat

Keadilan sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Oleh: Murtijo


Keadilan sosial (social justice) sering dikaitkan dengan hubungan relasional, distribusi dan retribusi (Barry, 1989; Smith 1994). Setiap kelompok masyarakat atau negara mempunyai peraturan berbeda terkait dengan keadilan sosial. Artinya keadilan sosial disesuaikan dengan worth, need, merit, work, dan agreements people have made. Selanjutnya dalam tahap distribusi keadilan sosial sangat relatif yang tergantung dari pihak penerima manfaat, seperti stockholders, employees, dan consumers. Adapun pada kenyataannya banyak pihak yang belum menemukan surga keadilan sosial. Terbukti, masih banyak karyawan yang hidup dengan gaji pas-pasan, masyarakat sekitar perusahaan yang hidup dalam jerat kemiskinan, dan terjadinya eksploitasi lingkungan alam yang merupakan “labensraum” atau ruang hidup masyarakat.
Berpijak pada persoalan tersebut pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah solusi. Sumodiningrat (1996) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan adalah suatu upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Keberhasilan pemberdayaan harus didukung oleh keberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kemampuan diri dalam meniti kehidupan bermasyarakat. Karenanya, menjadi penting untuk dilakukan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya, Radyati (2008:9) dalam rangka optimalisasi program pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan ekonomi lokal dapat dilakukan dalam 3 hal, yaitu (1) penyediaan modal manusia (human capital), (2) usaha (business capital), dan (3) pengetahuan (knowledge capital). Mengacu pada optimalisasi program dalam rangka memberdayakan masyarakat perlu juga dilakukan: Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Hal ini lebih ditekankan kepada tanggung jawab moral berbagai pihak dalam bentuk pilitical will untuk berdiri sejajar dengan masyarakat desa hutan tanpa ada yang merasa superior di antara yang lain. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam konteks ini diperlukan langkah-langkah lebih positip dan nyata, berupa penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang. Ketiga, memberdayakan dalam arti melindungi, yakni pemerdayaan harus dicegah. Harus dihindari pihak yang lemah menjadi bertambah lemah. Berbagai strategi pemberdayaan masyarakat dalam penyusunan hingga implementasinya akan lebih baik jika menggunakan konsep partisipasi secara menyeluruh.
Mengacu pada realisasi pemberdayaan masyarakat (CSR) oleh beberapa perusahaan belum secara komprehensif menggabungkan dari tiga pendekatan tersebut. Harmonisasi perusahaan dengan masyarakat melalui akulturasi kelebihan menjadi sebuah jawaban dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Antropolog &

Mahasiswa MM-CSR Usakti

Leave a comment